Rabu, 20 Februari 2019

Dampak Perceraian Terhadap Anak

Perceraian kadang diambil oleh pasangan rumah tangga karena dianggap sebagai jalan keluar terbaik. Perceraian merupakan titik ujung dari hubungan yang sebelumnya memiliki ikatan pernikahan, Sebagian orang memilih perceraian untuk menyelesaikan konflik dalam rumah tangga, namun lupa bahwa perceraian juga dapat memberikan dampak negatif kepada anak dan tumbuh kembang anak serta menyisakan ingatan dalam benak anak. Dampak yang mungkin terjadi pada setiap anak bisa berbeda-beda, tergantung dari usia anak pada saat orang tua bercerai, kondisi perceraian, serta kepribadian anak tersebut.

Perceraian dapat menyebabkan kemunduran dalam kemampuan belajar dan bahkan saat dewasa anak-anak merasa tidak akrab dengan orang tua. Anak-anak kadang sulit bersosialisasi karena merasa minder dengan teman-temannya yang memiliki keluarga utuh. Bijaknya orang tua wajib peka, orangtua mesti mengesampingkan ego dan dapat memposisikan diri mereka sesuai kebutuhan anak, karena pasca perceraian terkadang orang tua mengalami emosi yang tidak stabil sementara  anak-anak memerlukan perhatian extra, mereka wajib merasakan kasih sayang, perhatian dan kepedulian.

Tidak ada yang menginginkan perceraian, namun jika kondisi memaksa apa boleh buat. Dalam hal ini anak juga butuh pertolongan. Hindari melakukan kesalahan yang dapat memperburuk kondisi anak, seperti berkeluh kesah pada anak. Jangan jadikan anak sebagai perantara atau pengantar pesan, apalagi sebagai pelampiasan. Hal ini dapat membuat anak membenci salah satu pihak. Bukan hanya itu, anak-anak yang orang tuanya bercerai umumnya akan merasakan emosi yang campur aduk, antara kaget, sedih, cemas, marah atau bingung. Sebagian anak juga lebih berisiko mengalami masalah dalam bersosialisasi. Tak jarang anak akan merasa rendah diri dan iri pada anak lain yang memiliki keluarga yang utuh.

Hal yang perlu dihindari ketika perceraian terjadi;

1.Menanyakan pada anak ingin tinggal dengan siapa
 
Seringkali orang tua  menanyakan pada anak mereka ingin tinggal dengan siapa. Hal ini merupakan kesalaham pertaman yang Anda lakukan dan akan menjadi hal paling sulit yang dihadapi oleh anak-anak karena membuat mereka merasa bersalah dan bersedih.

2. Menjadikan penyampai pesan

Anak seringkali menjadi objek yang paling menderita karena harus menjadi penyampai pesan ketika orang tua bertengkar. Bahkan hal tersebut berlanjut sampai pada perceraian orang tua. Sebuah kesalahan besar jika menjadikan anak sebagai penyampai pesan antar orang tua yang sudah bercerai.

3. Perceraian bukan masalah

Sudah tentu jadi asumsi yang keliru jika Anda berusaha menyampaikan atau memberikan pandangan positif pada anak tentang perceraian. Seringkali anak-anak merasa takut bahwa perceraian akan menyebabkan orang tua mengabaikan mereka, mereka merasa tidak diperhatikan.

4. Jangan tunjukkan rasa sakit Anda

Jangan pernah menunjukkan kelemahan emosional Anda di depan Anak-anak karena dapat memperburuk kondisi mental. Menunjukkan atau mengekspresikan rasa sakit atau kondisi lemah Anda pada anak-anak untuk mendapat simpati merupakan suatu kesalahan. Anak-anak sudah menderita lebih banyak dari keputusan orang tua mereka untuk berpisah.

5. Memberikan pandangan negatif pada mantan pasangan Anda

Kesalahan yang cukup fatal Anda lakukan pada anak-anak jika melibatkan perasaan pribadi tentang mantan pasangan pada mereka. Mungkin Anda dan mantan pasangan memiliki kepahitan tersendiri. Namun, bukan berarti anak-anak Anda harus demikian pada kedua orang tuanya.

6. Bertengkar di depan anak-anak

Salah satu sisi ego orang dewasa adalah seringkali tak peduli untuk bertengkar di depan anak-anak. Hal tersebut merupakan sebuah tindakan bodoh yang bisa mencederai mental anak-anak saat mendengarnya. Bahkan paling parah bisa menyebabkan anak-anak frustrasi sekaligus perubahan kepribadian.


Minggu, 03 Februari 2019

Single Parent

Single Parent adalah istilah dari orang tua tunggal. Hal ini terjadi dikarenakan sebuah perceraian atau pasangannya meninggal dunia. Menjadi seorang single parent tidaklah mudah karena harus berperan Ganda. Namun, bukan berarti tidak bisa dilakukan. Meskipun berat dan banyak tantangan yang harus dihadapi baik secara internal maupun eksternal. Jika ia perempuan kita menyebutnya super mom dan kalau dia laki-laki kita biasa meyebutnya super dad. Bagaimana tidak, setumpuk tugas dan pekerjaan, yang harusnya dibagi dengan pasangan hidup, harus dikerjakan sendirian. Menjadi ayah, sekaligus menjadi ibu bagi buah hati mereka. Tentu bukan hal yang mudah. Pastilah hanya mereka yang bermental baja yang mampu melewatinya. 

Masalahpun bertambah ketika yang menjadi single parent adalah seorang ibu. Masyarakat biasa menyebut mereka seorang janda. Ya...seorang janda. maaf, saya lebih senang menyebutnya single parent karena lebih sopan. Bukan rahasia lagi, bila kehadiran sosok single parent sering menjadi bahan gunjingan bagi orang disekitarnya,  Entah mengapa pemikiran negatif kadang melekat pada diri mereka. Seringkali sindiran yang tidak baik kerap menghampiri, kadang terasa sangat nyinyir dan sinis. Ironisnya,  seringkali cibiran itu meluncur dari mulut sesama perempuan. Sebegitu rendahkah harkat seorang single parent, hingga keberadaannya seolah lampu kuning bagi sesama perempuan untuk berhati-hati, apalagi bila kebetulan sang single parent berwajah cantik. Belum lagi godaan yang datang dari kaum lelaki, dan terkadang sering terasa melecehkan sekaligus menghinakan. 

Sesungguhnya menjadi single parent, baik itu karena perceraian maupun dipisahkan oleh kematian adalah sesuatu yang pasti tak seorangpun didunia ini menginginkannya. Setiap manusia pasti ingin hidup normal, pasti ingin bahagia, pasti ingin menikah 1 kali seumur hidupnya, tidak ada yang ingin hidup sendiri. Namun kadang perjalanan hidup tak selalu seiring dengan harapan.

Banyak ujian yang harus dihadapi seorang single parent, baik dari masalah financial, pola asuh anak, berjuang menampilkan senyum terbaik didepan anak-anak padahal segudang masalah berkecamuk dalam pikiran, belum lagi persoalan remeh temeh rumah tangga seperti mengganti bola lampu, mengganti keran air yang rusak, pompa air yang macet, genteng bocor, kendaraan mogok dan banyak hal lainnya yang harusnya menjadi urusan sang ayah. Belum lagi takkala ada permasalahan dan tidak ada temen berbagi,  butuh pundaknya seorang "ayah" disini, hingga isak tangis melawan semua rasa. 

Yang pasti, single parent bukan hal yang harus ditakutkan, bukan hal yang perlu digunjingkan, bukanlah yang perlu dicibirkan karena mereka bukan maling, bukan narapidana, bukan pengemis atau lainnya, Mereka mandiri, mereka berjuang hidup untuk diri sendiri dan buah hatinya, tegak berdiri dengan kemampuannya yang luar biasa, dengan kesabaran yang sering kali diuji, seperti sebuah istilah "kepala jadi kaki, kaki jadi kepala". Terfikirkah oleh kita bila kita yang mengalaminya? Nyamankah kita, bila ada orang memandang sebelah mata dengan status kita sebagai single parent?.